Jumat, 30 September 2011

Hati Seluas Samudera

Rasanya lelah dengan semua ini, aku ingin pergi jauh ke tempat yang sepi, meyepi dan sendiri. "Allah" ku hapus air mata yang mulai menetes. Aku tarik nafasku dalam-dalam, belajar memiliki "Hati Seluas Samudera" itulah sepenggal kalimat yang masih aku ingat, yang dikatakan oleh almarhum temanku Yudi beberapa tahun yang lalu. Kalimat itu sering hadir di benakku jika aku merasa terhimpit dalam dilema kehidupan seperti sekarang ini.

Allah tidak akan membebanimu di luar batas kemampuanmu, semua sudah sesuai kadarnya, kamu bisa melewati ini semua. Aku teringat tentang Kisah Telaga Hati;

Suatu hari seorang tua bijak didatangi seorang pemuda yang sedang dirundung masalah. Tanpa membuang waktu pemuda itu langsung menceritakan semua masalahnya. Pak tua bijak hanya mendengarkan dengan seksama, lalu ia mengambil segenggam serbuk pahit dan meminta anak muda itu untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya serbuk pahit itu ke dalam gelas, lalu diaduknya perlahan.

"Coba minum ini dan katakan bagaimana rasanya" ujar pak tua.

"Pahit, pahit sekali" jawab pemuda itu sambil meludah ke samping.

Pak tua itu tersenyum, lalu mengajaknya untuk berjalan ke tepi telaga belakang rumahnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan dan akhirnya sampai ke tepi telaga yang tenang itu. Sesampainya di sana, Pak tua itu kembali menaburkan serbuk pahit ke telaga itu, dan dengan sepotong kayu ia mengaduknya.

"Coba ambil air dari telaga ini dan minumlah"

Saat si pemuda mereguk air itu, Pak tua kembali bertanya lagi kepadanya:

"Bagaimana rasanya?"

"Segar" sahut si pemuda.

"Apakah kamu merasakan pahit di dalam air itu ?" tanya pak tua.

"Tidak" sahut pemuda itu.

Pak tua tersenyum sambil berkata: 

"Anak muda, dengarkan baik-baik. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam serbuk pahit ini, tak lebih tak kurang. Jumlah dan rasa pahitnyapun sama dan memang akan tetap sama. Tetapi kepahitan yang kita rasakan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkannya. Jadi saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu yang kamu dapat lakukan; lapangkanlah dadamu menerima semuanya itu, luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu"

Pak tua itu lalu kembali menasehati: 

"Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi jangan jadikan hatimu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu menampung setiap kepahitan itu, dan merubahnya menjadi kesegaran dan kedamaian".

Persis seperti yang diucapkan Ustadz Ahmad, ketika aku bercerita tentang persoalan hidupku, katanya: "Lapangkan dadamu". 

"Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu" Al-Insyirah : 1

Semua tergantung bagaimana kita menyikapi sebuah persoalan, tinggal wadah hati kitalah yang menentukan persoalan tadi terasa berat atau ringan, jika wadahnya kecil maka persoalan kecil sekalipun terasa berat, sedangkan jika wadahnya semakin luas dan dalam, maka persoalan yang berat sekalipun bisa dijalani dengan ringan. Jadikan hatimu seluas samudera agar dapat menenggelamkan semua permasalahan yang ada.