Senin, 11 Februari 2013

Ranum Wajah Mentari

Ranum wajah Mentari jelas tergambar saat Dewi menyibak tirai hari. Ia melihat pagi sudah bersolek cantik, bergaun hijau segar dengan berbunga putih merekah. Rona wajah pagi berbinar terbelai Mentari yang mengusap perlahan. Dewi masih tergelayut di pelataran hati Mentari ketika melangkahkan kaki menyambut hari bersama hembusan angin yang setia mengantar.

Mentari berlalu dan berangkat meninggalkan Dewi yang masih saja terpaku di selembar keteduhan, termangu menatapnya dalam tanya yang tak tahu jawabnya. Dewi mengorek-ngorek lagi setiap lembar kertas yang terserak di hatinya, mencoba mencari jawabnya. Apakah Dewi mulai jatuh cinta? Ranum wajah itu kembali menyapa, mengerling manja membahasakan merdunya nyanyian hati di perputaran waktu.

"Kemana saja" tiba-tiba Dewi terhenyak ketika suara dari kotak ungunya berbunyi.

Seseorang yang selama ini selalu datang dan pergi tanpa pernah ada kepastian sampai kapan Sang Dewi harus menunggu. Dewi bercerita pada Mentari, mencurahkan semua gejolak yang membahana di setiap sudut hatinya.

"Berdo'alah agar Allah segera memberikan keputusannya yang terbaik" ucap Mentari.

Dewi meraba garis sketsa ketulusan rasa yang mulai tumbuh di persimpangan maya dan nyata. Menunggu mimpi terindah di ujung senja yang menghalau kejenuhan dunia. Dewi tertunduk mengulum senyum kala sorot netra Mentari teduh menatap. Dewi melempar pandangannya ke arah tebing hati saat tiga anak sungai mencuri perhatiannya. Selaras senyuman indah terbentuk di setiap lini hati Dewi yang mulai terseret dalam santunnya sikap.  

"Tetaplah dalam kesantunanmu ketika menyampaikan setiap bait-bait pesan, karena Allah selalu mengawasi kita" pesan Dewi untuk Mentari.

Selasa, 05 Februari 2013

Sinar Mentari Pagi

Rindu yang tertahan di antara derasnya hujan kini membahana di angkasa ketika pagi ini Mentari bersinar. Indahnya pagi bersenandung di antara gemericik embun yang menetes perlahan dari celah tebing hati. Percikan air hujan yang masih tersisa di kelopak daun berkilau-kilau tersorot cahaya Mentari. Siluet pun menjadi pemandangan yang menyejukkan dan tiada henti membuncah menggetarkan tiang-tiang penyangga kebekuan hati.

"Bertahtalah di singgasana hatiku dan senandungkanlah bait-bait aksara pada dawai kecapimu diiringi gamelan rindu yang bertalu syahdu" ungkap Dewi pada Mentari.

Dewi menikmati lukisan alam di antara semburat fajar yang masih malu menampakkan sinarnya. Ia menatap ranum wajah Mentari meracik rasa dengan alunan nada merdu. Tawa canda kupu-kupu riang gembira menyeruput sari yang bergelayut di pucuk-pucuk bunga terus menuju lembah jiwa membawa sejuta cerita cinta. Mentari menerpa dari sela-sela ranting dan menerobos masuk mengisi setiap ruas hatinya.

Dewi terhanyut di pelataran hati Mentari dalam alunan harpa yang menggetarkan sendi-sendi jiwanya. Ia mencoba menuangkan tinta rasa dalam kanvas syair bercorak rindu pada kain sutra yang biru dan menyimpannya di sebuah telaga kasih.

Senadung pagi ini mengalun merdu seirama detak jantung dalam nada seruling jiwa. Ia terharu pada keindahan makna yang sulit terungkap, ketika jemari rasa menyentuh kelopak hatinya. Kemudian debar rasa bertalu mengusap lembut bilik jantung terus menuju muara kalbu.

"Aku jatuh cinta pada kelembutan nurani" Dewi membuka jendela hatinya dan menemukan kuncup-kuncup rasa yang mulai bermekaran.

"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan pada apa-apa yang diingini" bait-bait kalamullah menghias kalbu Dewi.

Minggu, 03 Februari 2013

Mentari Tertutup Awan

"Kau memang Mentari di hati bidadarimu, tapi ada saat-saat dimana awan gelap menutup sorotan sinarmu dari dirinya. Tiba-tiba ia seolah tak mendamba kehadiramu, tak ingin dijamah sinarmu."

 Dewi merenung di bawah derasnya hujan ketika pesan itu sampai di kotak ungunya. "Mentari?"

Perlahan Dewi membacanya "Siapa yang mengirim pesan ini?"

"Mengapa ada nama Mentari dalam pesan tersebut? Dan siapa yang dimaksud bidadari?" Batin Dewi terus bertanya-tanya.

Dewi mencari sosok Mentari di antara derasnya hujan, jiwanya selalu merindukan hangatnya sinar Mentari. Ia terus berjalan meski ragu hati menggebu-gebu, laksana ombak deras yang menghempas. Dewi berhenti sejenak, renungkan tanda tanya yang setiap saat mengetuk pintu kalbu, adakah ketulusan?

"Bukan! Bukan ia tak percaya akan tulusnya kasihmu. Ia hanya sekedar butuh perhatian lebih darimu. Mendengar ia bertutur tentang beban hati yang sedang memenuhi rongga dadanya. Ia ingin berbagi denganmu karena ia sangat lemah dan dirimu lah harapannya untuk berbagi." pesan kembali masuk di kotak ungunya.

Dewi berjalan dalam lorong gelap, suasana berubah menjadi pilu, kemudian keraguan mewarnai pelangi di hatinya. Terbesit tanya dalam benaknya, "Benarkah semua itu?"

Biarlah Allah yang beri jawaban, dan biarkan pula Dewi terus mencari hingga menemukan terang, laksana pekat malam yang sabar menunggu hadirnya Mentari.

"Jadilah wanita penyabar" ucap teman Sang Dewi.