Minggu, 11 November 2012

Biarkan Mentari Berlalu

Tanpa ditulis pun, kenangan tetap serupa buku. Lembar demi lembarnya selalu terbuka tiap kali kita mengingatnya. Kenangan itu ibarat cermin. Dari bening dan buramnya, dari utuh dan retaknya, kita berkaca. Jika kenangan kita adalah memar senja, di titik itulah kita mengingatnya. Jika kenangan kita adalah pelangi senja, maka di tempat kita berdiri sekarang, aku yakin kita berbahagia. 
  
Dewi mengukir kenangan dalam kesendirian, merangkainya satu persatu dalam dinding hatinya. Kenangan itu menjadi desiran yang bisa dinikmatinya setiap waktu, jiwanya menggapai setiap kisi-kisi indah dari kenangan itu. Kenangan tentang Sang Mentari.

Kenangan itu begitu terpeta di jiwanya. Betapa tidak, selama tiga tahun ia mengenal Mentari. Seseorang yang selama ini menjadi motivator untuk Dewi berubah menjadi lebih baik. Tapi mungkin Dewi tak akan lagi bertemu dengannya. Kenapa?

Mentari tak lagi menyiramkan benderang cahaya di pucuk langit hati Dewi. Sejak beberapa hari lalu, pucuk cahaya itu telah memaklumatkan keredupannya. Di hati Dewi, Mentari tak lagi bermandikan sejuta kerlap kerlip bagaikan di sebuah negeri kunang-kunang.

Jelaga cahaya yang mempesona itu hilang. Dewi tertatih-tatih mengembalikan detail ingatannya dalam buku kenangan. Dan salah satu isi jalan kenangan yang paling berkesan itu, yang ia ingat secara sempurna, ketika Mentari selalu menyejukkan hatinya. Tapi itu semua hanya akan menjadi sejumput kisah di masa lalu.

Mentari berlalu di hadapan Dewi, terbenam membawa sejuta kenangan. Dan Dewi tak akan menunggu lagi kehadirannya. Biarkan hari esok Mentari terbit tanpa Dewi di sampingnya. Meskipun Dewi akan terbakar rindu sinarnya. Tapi Dewi harus melepas kepergian Mentari.

"Tolong jaga dan selalu ingat semua yang positif yang kau dapatkan dari aku, lalu buanglah jauh-jauh semua yang negatif dari aku" pesan terakhir Mentari.