Selasa, 19 Juni 2012

Risalah Selaksa Kesedihan

Sekali lagi nanar menjadi saksi ketika kaki ini mulai lelah melangkah. Tidak! Aku tidak akan menyerah sampai di sini. Dan aku masih terus berjalan meski sesekali tak kuasa menahan air mata yang merayap pelan dari pelupuk. Kesedihan meradang dalam jiwa, perih ini masih menjalar. Ishbiriy... Ishbiriy...

"Kita pasti pernah dapatkan cobaan yang berat, seakan hidup ini tak ada artinya lagi."

Tapi hidupku terlalu berarti jika harus menyerah pada masalah "Laa yukallifullaahu nafsan illaa wus'ahaa". Jadi ingat perkataan seseorang "Saat kita diuji dengan ujian yang -nampaknya- terlalu berat, itu berarti Allah anggap kita orang kuat yang bisa memikul beban itu. Ujian selalu berbanding lurus dengan kekuatan setiap orang (perkataan siapa ya? pasti nanti ada yang GR).

"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta". (QS. al-Ankabut: 2-3).
 
Bersambung...

Senin, 11 Juni 2012

Senyum Sang Mentari

Senyum sang mentari mengiringi perjalanan Dewi pagi itu. Ia mencoba mengumpulkan sejuta asa meski puing-puingnya masih berserakan. Hari ini waktunya belajar bahasa arab, dengan langkah penuh semangat Dewi pergi ke sebuah lembaga pendidikan. Cahaya mentari nampak merona, kilaunya menerpa wajah Dewi, hampir tiga tahun ia belajar di sana, bukan waktu yang singkat dan telah banyak cerita yang terukir di hatinya.

Ketika akan memasuki pintu gerbang, Dewi teringat kejadian seminggu yang lalu kala melihat satu episode yang membuatnya tertegun, ketika itu dalam hatinya berkata "Ingin seperti itu Ya Allah". Kejadian itu membuat Dewi cemberut karena merasa iri, dan tak menyadari bahwa ada sosok seseorang di hadapannya. Saat Dewi mulai sadar siapa yang ada dihadapannya, senyum langsung terkembang di bibirnya, begitupun dengan seseorang itu seperti sang mentari yang tersenyum. Senyuman dari hati, jatuh ke hati (lirik lagu Raihan).

Kali ini ketika memasuki pintu gerbang, mata Dewi langsung mencari sesuatu yang menandakan adanya benda itu berarti adanya seseorang. Tapi Dewi tak menemukan benda itu, dalam hati berkata "Mungkin dia belum datang". Tiba waktunya untuk belajar, beberapa saat kemudian Dewi mulai terkantuk-kantuk di kelas, mungkin karena semalam begadang di tambah hembusan angin dari kipas seolah mengusap-usap matanya.

Bel istirahat pun berdering, Dewi bergegas pergi ke kantin sambil mencari sosok seseorang. Tapi sepertinya tidak ada tanda-tanda kehadirannya, kemana dia? Bel berdering kembali, jam pelajaran kedua di mulai. Ini adalah salah satu pelajaran favorit Dewi, di tambah guru yang mengajar adalah Sang Idola. Entah kenapa meskipun Sang Idola yang mengajar tetap saja rasa kantuk menyerang Dewi.

Dewi teringat kembali dengan sosok yang selama ini banyak memiliki andil dalam perubahan Dewi ke arah yang lebih baik. Bagi Dewi, dia seperti sinar mentari pagi, ketika merangkak naik sinarnya menghangatkan, kemudian terang pun datang segera memancarkan cahaya cemerlang, atau seperti suasana senja, cahaya itu tenggelam dalam damai. Banyak hal yang Dewi suka darinya, sosok itu selalu menyapa dengan ramah jika bertemu, minimal tersenyum untuk Dewi.

"Senyummu di wajah saudaramu adalah sedekah." (HR. Tirmidzi).

Kepribadiannya merenda di hati Dewi, kiranya tak seorang pun yang tidak tertarik dengan cahaya yang olehnya mata kita menemukan merah, biru, kuning, jingga, dan sederet warna lainnya. Cahaya itu mengayakan selaksa rasa. Bagaimana jika seandainya pakaian yang kita kenakan tertenun dari benang-benang cahaya? Bagaimana jika wajah-wajah kita memendarkan kilau cahaya? Apalagi jika kita bertelekan di atas mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya?

Seperti itulah sosoknya dalam pandangan Dewi. Allah telah mempertemukan Dewi dengannya pada ruang rasa tanpa pernah ada praduga. Meskipun mungkin Dewi tak akan bisa merengkuhnya, sama halnya dengan ketidakmungkinan Dewi merengkuh sang mentari. Namun, dia telah menjadi teman ketika Dewi merayakan sepi, meskipun sosoknya tak berwujud dihadapan Dewi. Selalu menjadi penyemangat ketika kisah-kisah hidup Dewi surup bersama kidung sendu yang suram menenggelamkan kejora. Dengan motivasi darinya Dewi kemudian bangkit karena masih ada secercah harapan dan perlahan kidung itu pun karam. 

Pelajaran hari ini selesai sudah, dan Dewi tak menemukan sosok yang ingin ia lihat tadi pagi. Sepertinya dia tidak datang hari ini! Meskipun Dewi tak melihatnya, namun ia selalu memercikkan cahaya di hati Dewi.

Jumat, 08 Juni 2012

Sebuah Refleksi Hati

Jika anda menginginkan sesuatu yang bukan milik anda -Cinta- dan tak mungkin anda miliki karena sudah ada pemilik yang sah, masihkan anda berniat mengambilnya? Bila keinginan itu masih ada di hati, maka ada yang salah dengan kesehatan mental anda. Karena meski cinta atau karena alasan apapun, tidak ada yang membolehkan manusia menghalalkan segala cara mendapatkan keinginannya.

Tulisan ini adalah sebuah refleksi hati untuk menggugah kesadaran diri. Apa yang sedang aku alami dan aku rasakan, mungkin untuk sebagian orang akan mengerti dan memakluminya, dan itu memang sesuatu yang wajar terjadi, tapi tidak sedikit orang yang akan mencaci dan menghujat hal ini. Aku adalah seorang wanita yang memiliki segudang cerita cinta dalam kehidupan yang aku jalani, termasuk ketika aku mencintainya.

Ya, ketika aku mencintai Hasan...

Siapa itu Hasan telah aku ceritakan di kisah "Pensil Mekanik Hati", dari sejak awal aku mencintai Hasan, aku tak berharap mencari celah di hatinya, cukup aku mencintainya dalam hening, menjadi secret admirer yang senantiasa bahagia ketika melihat dia bahagia. Seiring berjalannya waktu, semua perasaanku pada Hasan akhirnya terungkap, tapi aku sama sekali tidak mengharapkan Hasan akan menjadi milikku. Meskipun sesekali terbersit dalam lintasan pikiranku untuk bersamanya, tapi mungkin itu tidak akan terjadi.

Karena aku harus sadar diri, sebuah konsep yang terbentuk dari sebuah pemikiran bahwa Hasan mungkin bukan untukku. Aku tahu dan sangat tahu apa yang sedang terjadi di hatiku saat ini, seperti keadaanku dua tahun yang lalu, bahagia ketika mencintai Hasan. Bahkan kebahagian saat ini melebihi kebahagiannku dua tahun yang lalu. Tapi selalu aku tanamkan dalam hati dan pikiranku untuk tidak memiliki Hasan.

Karena telah ada pemilik yang sah bagi Hasan, dan aku tidak berniat mengambil Hasan dari pemiliknya. Tapi, bagaimana jika berbagi? Dan ini selalu jadi kontroversi. Terlepas dari semua itu, aku ingin menyampaikan ini pada Hasan, tapi aku hanya punya keberanian mengutarakannya di sini, seandainya kau baca tulisan ini; bahwa aku adalah wanita yang senantiasa bahagia ketika melihat keluarga kecilmu bahagia, ketika melihat senyum manis istrimu, ketika melihat anak-anakmu tertawa riang dan tetaplah bersama mereka sampai kapanpun, untuk menjadi sosok suami dan ayah yang patut dibanggakan.

Cinta tak harus memiliki, itulah sebuah ungkapan klise yang sering kita dengar. Adakah yang bisa memahaminya ketika menghadapi permasalahan yang sama di mana ia harus mengucapkannya sepenuh kesadaran dan berdasarkan pemikiran yang dewasa? Secara implisit, ungkapan tersebut menyiratkan tentang keikhlasan terhadap takdir, keberanian menerima kebaikan untuk orang lain yang dicintai.

Sama seperti aku saat ini, meskipun cinta tapi aku tidak harus memiliki Hasan. Bukan berarti ini sebuah bentuk pelarian dari ketidakmampuanku memiliki Hasan. "Dirimu di hatiku tak lekang oleh waktu meski kau bukan milikku". Meskipun salah satu kebahagiaan dalam hidup ini adalah bersama dengan orang yang dicintainya, tapi bagiku cukuplah Hasan adalah sketsa yang terlukis dalam hatiku.

Sementara di luar sana hujan melagukan tetes-tetes airnya, nada yang mengalun begitu indah. Dan aku masih terpaku bersama semua sktesa tentang kisah ini, masih setengah percaya dengan realita yang mulai tersingkap. Misteri ini begitu cepat terkuak, sementara aku masih sibuk menata hati. Sekejap saja hati ini terpaut kembali pada pesona itu, meski masih meyisakan titik kisah lain. Kini air hujan perlahan merambati hati, meluruhkan suasana yang beku karena dinginnya malam. You fill my soul with something I can’t explain.