Senin, 17 September 2012

Secarik Kertas Harapan

"Senangnya hatiku, hilang panas demamku" senang rasanya bergelut dengan suasana baru di kampus, bersyukur sekali karena Allah telah mengabulkan satu persatu harapanku, 10 tahun yang lalu aku pernah menulis di secarik kertas, tentang impianku 10 tahun mendatang. Di mulai dari harapan lulus Ujian Akhir Nasional "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?", kemudian aku ikut SPBM saat itu aku mengambil pilihan pertama Komunikasi dan pilihan kedua Bahasa Indonesia di UNPAD tapi sayangnya aku tidak lolos SPMB.

Akhirnya aku masuk salah satu Lembaga Pendidikan di Bandung, setahun kemudian aku sudah mulai training di perusahaan, kemudian bekerja. Tapi  karena satu dan lain hal akhirnya aku memutuskan untuk berhenti kerja dan memilih untuk menuntut ilmu di Pesatren yang berada di Tasikmalaya "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?" dan ini juga salah satu harapanku ketika masih duduk di SMA.


Hampir satu tahun aku belajar di sana, tapi akupun memutuskan untuk keluar dan mencari rezeki lagi. Aku kembali bekerja di Jakarta, dan beberapa bulan kemudian aku masuk kuliah di Universitas Bung Karno, tapi jurusan yang aku ambil bukan Komunikasi atau Bahasa Indonesia jutru Ilmu Hukum, padahal cita-citaku di secarik kertas itu menjadi Sastrawan dan Wartawan. Tapi intinya harapanku terkabul kembali kerja sambil kuliah "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?".


Setahun kemudian Allah mengabulkan lagi harapanku, belajar Bahasa Arab di Almanar "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?". Tahun ini Allah pun mengabulkan lagi harapanku, aku bertemu dengan seorang Ustadz yang berkecimpung di dunia jurnalistik, aku mulai belajar membuat artikel dan ternyata saudaraku mengajakku untuk bergabung di RRI Bandung. Berarti cita-citaku untuk menjadi Sastrawan meskipun tidak sekolah sastra dan cita-citaku untuk menjadi Wartawan meskipun tidak sekolah jurnalistik itu semua bisa terwujud "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?".


Dulu waktu aku masih kecil, aku sering menulis namaku dengan gelar yang berderet dan alhamdulillah aku sudah punya gelar Sarjana Hukum "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?", dua tahun lagi isnya Allah aku dapat gelar Magister Hukum, dan ketika aku akan masuk kuliah S2, ayahku bilang "Kalau mau sekolah sampai jadi Doktor silahkan" Subhanallah "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?".


Aku di tahun ini bercerita pada temanku, ingin belajar politik dan lagi Dia mengabulkan harapanku di tahun ini juga, salah satu mata kuliahku di magister adalah Politik Hukum, awal aku orientasi, ada kuliah umum bersama Burhanudin Muhtadi mengenai politik, seminggu kemudian ada kuliah umum bersama Ketua Komisi Yudisial dan membahas tentang hukum dan politik. "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?".

Allah selalu memberikan yang terbaik untuk hambaNya, ia tidak terlalu cepat memberi dan tidak pula terlambat. Termasuk ia yang sedang aku nanti, aku menantimu karena Allah.

Senin, 10 September 2012

Rona Jingga Mentari

"Morning Sunshine" rona jinggamu meyelusup di antara celah-celah hatiku, menyapa reranting kecil harapan, memanggil kuntum bunga cinta bermekaran bersama lembayung pagi. Lihat bagaimana cahayamu terbiaskan butir-butir air hujan, membalut suasana indah di pesisir pantai rindu. "Aku tahu mentari ada di hati, ia mewarnai hatiku dengan pelangi".

Dini hari gemericik air hujan menemani tidur Dewi, meskipun merasa kurang nyenyak tapi ia sangat bersyukur karena hujan membasahi Jakarta setelah kemarau panjang. Sama halnya dengan kegersangan yang melanda hati Dewi beberapa hari ini. Tapi lihat bagaimana Allah membolak-balikkan hati seseorang. Selalu ada harapan baru untuk menyongsong masa depan.

"Ya Allah, obati hatiku" itu do'a Dewi beberapa hari yang lalu. Dan aku bisa melihat bagaimana kondisi Dewi pagi ini setelah menerima kabar berita dari seseorang. Tapi musim semi yang terjadi di hati Dewi saat ini bukan karena sms yang ia terima tadi pagi. Ya, bukan sms itu! Melainkan motivasi yang diberikan oleh ibunda tercinta dan kedua sepupunya Puspita dan Utari serta dari Ustadz Basyir dan Ustadz Husain.

Dewi sedang membangun semangat baru dari kepingan-kepingan harapan yang terserak karena ketidakpastian. Ia teringat perkataan dari Ketua Komisi Yudisial ketika beliau bertanya apakah Dewi sudah menikah apa belum, kemudian Prof. Eman berkata "Saya punya calon ganteng".

Ya, saatnya Dewi mengabaikan orang-orang yang selama ini hanya mengganggu hati dan pikiran Dewi. Saatnya Dewi mulai mengikis semua angan-angan yang tak pasti. Perhatikan di luar sana masih teramat banyak orang-orang yang menyayangi Dewi, dan mereka tak ingin melihat Dewi larut dalam suasana seperti ini. Jadi jalan terbaik adalah mengabaikan orang-orang yang mungkin hanya akan menyisakan luka di hati Dewi.

Rabu, 05 September 2012

Pesan Rindu Mentari

"Kau inspiratorku tak hadir di sisiku"

Sore itu sinar mentari menyorot wajah Dewi, ia sedang menanti sebuah bus untuk pulang ke kota kelahirannya, meninggalkan kota tempat ia mencari rezeki. Ada rasa haru menyelimuti hati Dewi, pernah suatu ketika Dewi berkata "Aku bertahan di kota ini karena kuliah, kalau sudah selesai lebih baik pulang ke Bandung". Tapi ternyata ketika hari itu telah tiba, Dewi seakan berat meninggalkan kota yang selama ini telah membuatnya jatuh bangun.

Mungkin karena di kota ini ada seseorang yang telah bersemayam di hatinya. Jika harus memilih, tak ada seorangpun yang menginginkan terpisah jarak dengan seseorang yang ia cintai. Begitupun dengan Dewi, hati kecilnya tak menginginkan terpisah dengan seseorang yang selama ini menjadi mentari dalam hidupnya, antara Jakarta-Bandung.

Bayang-bayangmu dibatas senja, matahari membakar rinduku.

Lamunan Dewi berkelana mengarungi lintasan mimpi menembus lorong demi lorong alam bawah sadarnya. Seketika ia terhenyak ketika mentari melintas di hadapannya, mentari terlihat gelisah bagai ranting yang tertiup angin bergoyang tanpa arah. Dewi menatap nanar jingganya sang mentari "Ada apa gerangan?". Mentari hanya terdiam tapi tersirat pesan bahwa mentari pun merindukan seseorang.

Dewi bertanya pada rona jingga "Adakah cinta membahana di hati  mentari?". Tanpa pikir panjang ia menjawab "Ya", sesaat kemudian pipi Dewi merona. Selama ini benih yang tersemai di hati Dewi tak pernah salah.