Rabu, 13 Maret 2013

Masih Menunggu Mentari

Apa yang terjadi dengan hatiku, ku masih di sini menunggu pagi, seakan letih tak menggangguku, ku masih terjaga menunggu pagi. 

Gejolak rasa yang selama ini silih berganti seperti musim tak memupuskan gairah Sang Dewi untuk tetap menunggu Sang Mentari. Meski letih kerap kali menghantam hati Dewi, namun semua itu seolah angin lalu yang hanya melintas begitu saja.


"Keputusanmu menentukan, harapan dan langkahku ke depan." ucap Mentari ketika Dewi mulai diterjang lagi badai yang menggoncangkan setiap lini hatinya.


Di satu sisi Dewi harus membanting semua retorika yang selama ini berkecamuk. Kemudian mulai berpikir realistis, bukan hanya dengan pertimbangan hati namun dengan pertimbangan akal juga. Satu persatu bayang-bayang silih berganti dalam benaknya. Siapa? 


"Aku mungkin belum yang terbaik, tapi akan berusaha menjadi yang terbaik." kalimat itu semakin meyakinkan Sang Dewi. 


"Percayalah, kasihmu lama tersulam di ruang paling dalam, terlalu jauh tak terselam" senandung bergema di ruang hati Sang Dewi.


Dewi berharap tak akan ada hati yang terluka atas keputusannya untuk tetap menunggu Mentari. Kemudian langit mulai meneteskan butiran mutiaranya membahasi bumi. 


"Suasana sepi begini panahan rindu menusuk hati tak mungkin kau sadari, lantas ku titip puisi kasih agar gelora tidak merintih sengsara pun menyisih." senandung itu kembali terdengar syahdu.


Waktu terus merangkak, tapi masih terlalu abstrak untuk memahami mengapa rintik hujan ini terus menetes, tapi Dewi mencoba menepis rasa rindu pada Mentari. 


"Terima kasih atas segalanya. Kau akan tetap menjadi Mentari di hatiku." pesan untuk Mentari.