Jumat, 15 Juli 2011

Seekor Kucing Gila

Minggu sore aku pergi ke Bekasi, sudah lama tidak main ke tempat temanku Meisha. Seperti biasanya malam itu kami lalui dengan canda tawa melepas rasa rindu, esok paginya aku sudah siap untuk pergi ke tempat kerjaku.

Meisha sudah sibuk dengan aktifitas paginya, memasak untuk sarapan dan makan siang nanti, “Jadi kangen masakanmu”. Tidak lupa dia memberi makan kucing yang dari tadi sudah mengeong minta jatah. Tapi ada yang aneh dengan kucing itu, setelah menggigit ikan, kucing itu masih saja mengeong-ngeong sambil mondar-mandir membawa ikan itu.

“Berisik ya, itu kenapa segh kucingnya?” komentarku.

“Itu mah kucingnya gila Syel” jawab Meisha.

“Kenapa? tanyaku penasaran.

“Tiap di kasih makan pasti nyariin anaknya, padahal anaknya udah mati” katanya.

“Kok? Dia tau anaknya udah mati? aku semakin penasaran.

“Iya, gak disusuin, nanti kalau dia udah capek nyari baru di makan” jelasnya.

Sejenak aku termenung.

Subhanallâh! Kucing saja punya perasaan bersalah. Tidak heran kalau aku sering melihat orang gila yang mebawa boneka, kesedihan yang sangat mendalam ketika seorang ibu kehilangan buah hatinya.

Namun bagaimana dengan para pelaku aborsi? Bagaimana dengan seorang ibu yang meninggalkan bayi kecilnya di tempat sampah? Atau bahkan membunuh anak itu dan di buang ke selokan?

Astaghfirullâh! Masihkah mereka punya hati nurani?