Sabtu, 01 Desember 2012

Setulus Cinta Mentari


“Terus melangkah melupakanmu, lelah hati perhatikan sikapmu. Jalan pikiranmu buatku ragu, tak mungkin ini terus bertahan”

Sekali lagi Dewi tersesat pada gulungan rasa cinta. Meskipun lelah, ia masih belum bisa mengusir seseorang yang telah membelenggu hatinya. Terdengar begitu random? Ya, begitulah. Untuk kesekian kalinya Dewi harus belajar melupakan seseorang.

Sore ini hujan, tanpa sengaja Dewi terseret dalam lorong kenangan, terpelanting bertubi-tubi. Hujan sangat sukses mendramatisir semuanya. Seakan cerita lama sedang bebas berkoar-koar dalam benak Dewi, menyemai benih-benih inspirasi.

Dewi membuang pandangan ke arah jendela yang sudah berlumur buih-buih rerintik, mereka seperti sedang menertawai perempuan berkerudung ungu itu. Dewi tengah jatuh di titik jenuh, tanpa sengaja bulir air menetes dari pelupuk matanya. Hujan selalu mengerti saat lengkung senyum terbentuk tapi jiwa meneriaki perih. Ia mewakili air mata yang terdiam.

"Aku butuh Mentari" batin Dewi. Tapi kali ini Dewi pun tak mungkin mengharapkan Mentari. Hujan membuat Mentari bersembunyi di balik awan.

"Kring... Kring..." suara dering telepon genggam. Pintu hati yang berdecit memaksa meraih kotak ungu itu.

"Apa yang tidak mungkin di dunia ini" begitu kata Mentari ketika mendengarkan keluh kesah Dewi.

"Bolehkah aku hadir dalam mimpimu? Menyelinap diam-diam sekedar menyapa dan berucap terima kasih" pinta Dewi. 

"Setelah itu?" tanya Mentari.

"Tenang saja, aku akan pergi secepat air yang terbakar matahari" dalam sadar Dewi berharap Mentari menahannya, sayangnya ragu terlanjur menyebar.

Pikiran Dewi mulai menjelajah waktu, memutar cuplikan cerita terdahulu, memproyeksikan sang Mentari. "Kau yang selalu merotasikan spektrum di bawah timbunan waktu. Namun akhirnya harus aku sudahi memimpikanmu. Kau yang masih jadi bagian do'aku" bulir air itu kembali menetes di pipinya.

Kabut rindu tumpah, kali ini semakin tebal. Dada Dewi mendadak sesak! "Mengetahuimu mencintaiku, seakan menjatuhkan musim sebelum waktunya. Sehingga merindukanmu dan tidak tersalur akan menjadi begitu meracun pada sirkulasi jantungku" Dewi sulit menepis rasa rindunya pada Mentari.

"Ah, aku masih mencintainya" dalam nanar Dewi masih berharap, tapi biar hujan menghapus jejak Mentari. Mungkin Dewi akan bertemu seseorang yang akan mencintainya setulus cinta Mentari.