Rabu, 12 Desember 2012

Mentari Beranjak Pergi

"Bahkan saat kau memutuskan untuk membuang jauh-jauh bayangan dirinya dari hidupmu pun, dia tetap berjanji pada dirinya untuk memberi yang terbaik sekuat yang ia mampu untuk bidadarinya. Maka jika apa yang kau katakan dua hari yang silam itu benar, tolong sampaikan manfaat apa yang sudah ia peroleh dan harapkan dari cintanya yang telah luput dari pengetahuannya. Mentarimu hanya manusia biasa. Ada banyak hal yang alpa dari kesadarannya. Sampaikanlah padanya agar ia bisa menyebutnya dalam do'a dan istighfarnya." kalimat itu membuat Dewi terpaku dalam perenungan.

"Berikan aku waktu tuk menikmati rasa ini. Aku hanya butuh waktu tuk memahat puing-puing asa menjadi bangunan keyakinan yang kokoh." batin Dewi berbisik.

Seperti janji-Nya mempergilirkan siang dan malam, pun roda kehidupan terus berputar, adakalanya langit biru, terkadang gelap pekat memayungi. Jika kini panas terik ditingkahi rinai hujan, mungkin esok hujan sepanjang hari. Jika hari ini cerah menghangatkan, mungkin esok terik matahari membakar.

Ya, Mentari tak selalu hadir menyapa, terkadang mendung. Begitu pun dengan cintanya, tapi dengan segala keterbatasan yang ada, ia berani mencintai kekasihnya. Dewi bisa merasakan hangatnya sinar Mentari, meski terkadang terik panasnya menyengat. Dewi pun bisa merasakan pelita itu menerangi bilik-bilik hatinya, meski terkadang kegelapan memayungi. Mentari hanya manusia biasa yang jauh dari kesempurnaan. Hakikatnya, kesempurnaan hanya milik Sang Khalik.  

"Meski ku rapuh dalam langkah, kadang tak setia kepadamu. Namun cinta dalam jiwa hanyalah padamu. Maafkanlah bila hati, tak sempurna mencintaimu. Dalam dada ku harap hanya, dirimu yang bertahta" lirik lagu "Rapuh" menemani lamunan Dewi.  

Mentari tak selalu menemanimu setiap saat, jika senja tiba ia harus kembali ke peraduannya. Tapi tugasnya tak selesai sampai di situ, karena sejatinya Mentari sedang menyinari belahan bumi yang lain. Meskipun Dewi tak bisa melihat Mentari di malam hari, tapi cahaya rembulan adalah pantulan dari sinarnya. Lihat bagaimana cara Mentari mencinta, dalam ketiadaannya ia masih berusaha memberikan yang terbaik untuk kekasihnya. 

Ternyata kehadiran Mentari telah menggangu sistem keseimbangan hati Dewi. Tak terasa bulu mata Dewi yang lentik basah oleh air mata. "Dan matahari berjalan ke tempat peristirahatannya"