"Ada yang menunggumu di telaga rindu" ucap sekeping hati pada Mentari. Telaga yang tak
pernah kering akan kerinduan yang mendalam.
Dewi rindu pada semburat cahaya di antara rindang pepohonan. Lalu ia berteriak "Mentari, aku di sini!" tapi teriakan itu hanya bergema di hatinya.
Diam penuh gejolak dalam
hati yang tersamarkan oleh senyuman. Apa yang
bisa terlihat saat senyum mengembang di antara perih yang masih tersisa?
"Senyum itu melegakan hati" ucap Mentari beberapa tahun silam.
Dewi menatap Mentari dari kejauhan, namun hanya sebatas menatap. Mulutnya seolah terkunci untuk memanggil Mentari. Rindu hanya sebuah rindu yang tak
terkatakan. Dewi bersandar di bawah pohon rindang, dalam
dinginnya kerinduan yang tak tersampaikan. Detik demi detik waktu terus
berjalan.
"Di mana Dewi?" Mentari terlihat gelisah, ada segurat kecewa di wajahnya.
Mentari pun beranjak pergi, Dewi hanya menatap kepergiannya. Ia tak ingin menyentuh hati Mentari lagi. Senja menenggelamkan Mentari di ufuk kerinduan. Dewi menghela nafas, mencoba menerima
dan tetap dalam kebisuan. Dan jarak menjadikan
semuanya tetap dalam kerinduan.
Ketika gejolak itu semakin kuat, rindu itu
membakar hati. "Terima kasih atas hari, aku bisa melihat Mentari meski dari jauh"
"Biarkan rindu itu tetap ada, akan aku titipkan rindu pada Mentari pagi" Mentari selalu berusaha mengahangatkan pagi dengan sinarnya. Dewi tertunduk, matanya mulai berkaca-kaca pada akhirnya air mata itu tak terbendung lagi.
"Tak perlu meminta maaf, jika harus ada yang disalahkan itu adalah aku" Dewi teringat perkataan Mentari.