Kamis, 10 November 2011

Mengajak Dengan Bijak

"Tawaashau bil haq wa tawaashau bish-shabr"

Potongan ayat tersebut mulai eksis dalam kehidupanku sekitar tahun 2008, ketika aku berselisih paham dengan salah satu temanku, kemudian temanku yang lain menasehatiku dengan memberikan ayat tersebut. Beberapa bulan yang lalu ketika aku pulang ke Bandung, aku menemukan buku "Melukis Cinta" yang aku beli sekitar tahun 2007, sebelum aku berangkat ke Kota Tasikmalaya. Aku baca kembali buku yang isinya menceritakan para aktivis dakwah dalam meraih cinta sejatinya.

"Jika ada pesan yang ingin disampaikan, tunggulah sampai ada saat yang tepat untuk bicara. Jika ada nasihat yang ingin diutarakan, cermatilah kapan kebenaran itu sebaiknya diungkapkan. Ketika Allah menyuruh kita untuk saling menasehati dalam kebenaran, bersama itu pula Allah menyuruh kita saling menasehati dengan kesabaran".

Beberapa hari setelah aku membaca buku tersebut, ketika aku dan teman-temanku kembali belajar bahasa arab di Almanar setelah libur lebaran, sangat kebetulan sekali Ustadz Ahmad (Baarakallaah Yaa Ustadz) membahas tentang surat Al-Asr. Sering sekali ketika ada sesuatu yang berkecamuk dipikiranku, Allah selalu memberi jawaban dan itu seperti mata rantai. Di akhir pekan itu aku mendapat banyak ilmu dari beliau termasuk Fiqih Dakwah.

Seperti biasa aku search di google tentang hal tersebut, "Cara Cerdas Nabi Mengoreksi Kesalahan Orang Lain", itulah buku yang aku dapatkan. Santun dalam menuntun. Penuh hikmah dalam berdakwah. Bijak ketika mengajak kepada yang hak. Mengoreksi tanpa membuat orang sakit hati, malah menerimanya dengan senang hati. Banyak para sahabat tergetar ketika beliau meluruskan mereka ke jalan yang benar. Itulah Nabi Muhammad. Segala ucapan dan perbuatannya selalu dipandu oleh wahyu, begitu pula cara beliau menegur dan mengoreksi kesalahan seseorang.

Kata "dakwah" dari segi bahasa berarti "memanggil, menyeru, atau mengajak", persepsi yang aku dapatkan dari kata dakwah yaitu; merangkul bukan menyeret. Kalau kita ingin sukses mengajak seseorang, berarti kita mesti cerdas memahami watak dan perilaku orang-orang yang akan kita ajak, sehingga kita bisa memilih dan menerapkan metode yang paling efektif. Karena setiap manusia itu memiliki karakter yang berbeda.

Ketika kita ingin melakukan "Ishlah" terhadap diri seseorang, hendaklah kita menyampaikannya dengan bijak. Aku juga termasuk orang yang seringkali menyampaikan sesuatu dengan tidak bijak yang terkadang membuat tali silaturahmi dengan orang tersebut jadi putus, padahal sesama muslim itu bersaudara.

Kalau kata Ukht Ririn "Jangan karena kita sudah tahu tentang suatu ilmu, lantas kita sombong akan ilmu tersebut dan merasa diri paling benar". Di atas langit masih ada langit.