Selasa, 05 Februari 2013

Sinar Mentari Pagi

Rindu yang tertahan di antara derasnya hujan kini membahana di angkasa ketika pagi ini Mentari bersinar. Indahnya pagi bersenandung di antara gemericik embun yang menetes perlahan dari celah tebing hati. Percikan air hujan yang masih tersisa di kelopak daun berkilau-kilau tersorot cahaya Mentari. Siluet pun menjadi pemandangan yang menyejukkan dan tiada henti membuncah menggetarkan tiang-tiang penyangga kebekuan hati.

"Bertahtalah di singgasana hatiku dan senandungkanlah bait-bait aksara pada dawai kecapimu diiringi gamelan rindu yang bertalu syahdu" ungkap Dewi pada Mentari.

Dewi menikmati lukisan alam di antara semburat fajar yang masih malu menampakkan sinarnya. Ia menatap ranum wajah Mentari meracik rasa dengan alunan nada merdu. Tawa canda kupu-kupu riang gembira menyeruput sari yang bergelayut di pucuk-pucuk bunga terus menuju lembah jiwa membawa sejuta cerita cinta. Mentari menerpa dari sela-sela ranting dan menerobos masuk mengisi setiap ruas hatinya.

Dewi terhanyut di pelataran hati Mentari dalam alunan harpa yang menggetarkan sendi-sendi jiwanya. Ia mencoba menuangkan tinta rasa dalam kanvas syair bercorak rindu pada kain sutra yang biru dan menyimpannya di sebuah telaga kasih.

Senadung pagi ini mengalun merdu seirama detak jantung dalam nada seruling jiwa. Ia terharu pada keindahan makna yang sulit terungkap, ketika jemari rasa menyentuh kelopak hatinya. Kemudian debar rasa bertalu mengusap lembut bilik jantung terus menuju muara kalbu.

"Aku jatuh cinta pada kelembutan nurani" Dewi membuka jendela hatinya dan menemukan kuncup-kuncup rasa yang mulai bermekaran.

"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan pada apa-apa yang diingini" bait-bait kalamullah menghias kalbu Dewi.