"Kau memang Mentari di hati bidadarimu, tapi ada saat-saat dimana awan gelap menutup sorotan sinarmu dari dirinya. Tiba-tiba ia seolah tak mendamba kehadiramu, tak ingin dijamah sinarmu."
Dewi merenung di bawah derasnya hujan ketika pesan itu sampai di kotak ungunya. "Mentari?"
Perlahan Dewi membacanya "Siapa yang mengirim pesan ini?"
"Mengapa ada nama Mentari dalam pesan tersebut? Dan siapa yang dimaksud bidadari?" Batin Dewi terus bertanya-tanya.
Dewi
mencari sosok Mentari di antara derasnya hujan, jiwanya selalu
merindukan hangatnya sinar Mentari. Ia terus berjalan meski ragu hati
menggebu-gebu, laksana ombak deras yang menghempas. Dewi berhenti sejenak,
renungkan tanda tanya yang setiap saat mengetuk pintu kalbu, adakah
ketulusan?
"Bukan! Bukan ia tak percaya akan tulusnya
kasihmu. Ia hanya sekedar butuh perhatian lebih darimu. Mendengar ia
bertutur tentang beban hati yang sedang memenuhi rongga dadanya. Ia
ingin berbagi denganmu karena ia sangat lemah dan dirimu lah harapannya
untuk berbagi." pesan kembali masuk di kotak ungunya.
Dewi berjalan dalam lorong gelap, suasana berubah menjadi pilu,
kemudian keraguan mewarnai pelangi di hatinya. Terbesit tanya dalam
benaknya, "Benarkah semua itu?"
Biarlah Allah yang beri jawaban, dan biarkan pula Dewi terus mencari
hingga menemukan terang, laksana pekat malam yang sabar menunggu hadirnya Mentari.
"Jadilah wanita penyabar" ucap teman Sang Dewi.